Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Puasa Meneladani Sifat-sifat Allah dan Mengendalikan kebebasan Manusia Menurut Prof Quraish Shihab

Puasa Meneladani Sifat-sifat Allah dan Mengendalikan kebebasan Manusia Menurut Prof Quraish Shihab

PURI MEGAH - Puasa Meneladani Sifat-sifat Allah dan Mengendalikan kebebasan Manusia Menurut Prof Quraish Shihab, Beragama, menurut sebagian pakar, merupakan suatu upaya manusia untuk meneladani sifat-sifat Allah sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk-Nya. 

Dalam hal ini, kekuasaan Allah, baik dalam bentuk ayat-ayat qauliyah (wahyu) maupun ayat-ayat kauniyah (tanda-tanda alam), dapat menjadi sarana bagi manusia untuk merenungi dan mewujudkan sifat-sifat Allah. 

Dengan meneladani sifat-sifat Allah, manusia dapat memperoleh keberkahan dan kebahagiaan dalam hidupnya serta mampu mengendalikan dirinya dalam menjalani kehidupan ini. Selain itu, dengan meneladani sifat-sifat Allah, manusia dapat menciptakan hubungan yang lebih baik dengan sesama makhluk-Nya.

Puasa Meneladani Sifat-sifat Allah dan Mengendalikan kebebasan Manusia Menurut Prof Quraish Shihab

Menerapkan sifat-sifat Allah melalui puasa dan mengendalikan kebebasan manusia menurut prof quraish-shihab, Puasa adalah salah satu ibadah penting dalam agama Islam yang dilakukan pada bulan Ramadhan. 

Dalam puasa, selain menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri, ada pula makna mendalam yang terkandung di dalamnya. Salah satu makna tersebut adalah untuk meneladani sifat-sifat Allah. 

Menurut Prof. Quraish Shihab, puasa dapat menjadi sarana untuk mengamalkan sifat-sifat Allah yang mulia seperti sabar, ikhlas, dan mengendalikan hawa nafsu.

Sifat-sifat Allah yang mulia seperti sabar dan ikhlas sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Melalui puasa, kita dapat melatih diri untuk menjadi lebih sabar dan ikhlas dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan dalam hidup. 

Selain itu, dengan mengendalikan hawa nafsu, kita juga dapat belajar untuk mengendalikan diri dan menjaga keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan.

Namun, tidak hanya meneladani sifat-sifat Allah, puasa juga menjadi sarana untuk mengendalikan kebebasan manusia. Kita sebagai manusia memiliki kebebasan untuk memilih dan menentukan pilihan dalam hidup. 

Namun, kebebasan tersebut haruslah diatur dan dijaga agar tidak menimbulkan dampak yang merugikan diri sendiri dan orang lain. 

Dalam puasa, kita belajar untuk mengendalikan diri dan membatasi kebebasan kita demi kebaikan dan kemaslahatan bersama. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dan keadilan dalam hidup.

Pengertian agama menurut sebagian pakar adalah usaha manusia untuk meniru sifat-sifat Allah yang sesuai dengan peran manusia sebagai makhluk. Ini berarti bahwa kekuasaan Allah dalam bentuk wahyu dan tanda-tanda alam dapat membantu manusia merenungkan dan mewujudkan sifat-sifat Allah.

Muhammad Quraish Shihab, dalam bukunya Wawasan Al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat (2000), menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw menginstruksikan untuk meniru sifat-sifat Allah dalam perilaku, dengan perintah "takhallaqu bi akhlaq Allah" (meniru akhlak Allah).

Namun, manusia juga memiliki kebutuhan bermacam-macam, terutama kebutuhan fa'ali seperti makan, minum, dan hubungan seksual. Di sisi lain, Allah swt menegaskan bahwa diri-Nya tidak memiliki anak atau istri.

Al-Qur'an dengan tegas menyatakan bahwa Allah swt tidak memiliki anak atau istri, seperti yang disebutkan dalam QS Al-An'am [6]:101 dan QS Al-Jin [72]:3. Nabi Muhammad juga diminta untuk menyampaikan bahwa tidak ada pelindung selain Allah, yang menciptakan langit dan bumi serta memberi makan tanpa diberi makan, sebagaimana QS Al-An'am [6]:14.
Dalam bukunya yang lain, Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (1999), Quraish Shihab menjelaskan bahwa manusia dapat bertanya mengapa puasa menjadi kewajiban dalam Islam dan agama-agama sebelumnya. 

Sebagai makhluk yang memiliki kebebasan dalam memilih aktivitasnya, manusia dapat memilih makan, minum, dan berhubungan seks. Namun, hal ini tidak berlaku untuk binatang, yang nalurinya telah mengatur ketiga kebutuhan pokok tersebut. Hikmah Ilahi yang terkandung dalam naluri binatang adalah demi memelihara kelangsungan hidup dan menghindari kebinasaan.

Apabila kebebasan manusia tidak terkendalikan, hal tersebut dapat menghambat pelaksanaan fungsi dan peranan yang harus diemban oleh manusia tersebut. 

Contohnya, orang yang memenuhi syahwat perutnya melebihi kadar yang dibutuhkan akan mengalami dampak yang tidak hanya berpengaruh pada kesenangan makanan atau minuman, tetapi juga pada aktivitas lainnya. Orang tersebut mungkin akan menjadi lesu dan tidak bertenaga sepanjang hari.

Hal yang sama juga berlaku pada syahwat seksual. Semakin dipenuhi, semakin haus seperti penyakit eksim yang semakin digaruk semakin nyaman dan menuntut, tetapi tanpa disadari menimbulkan borok. Potensi dan daya manusia sebesar apapun, masih memiliki keterbatasan. 

Oleh karena itu, jika aktivitas tersebut telah digunakan secara berlebihan pada satu arah, seperti pemenuhan kebutuhan fa'ali, maka arah yang lain, yaitu mental spiritual, akan terabaikan. Oleh karena itu, manusia perlu mengendalikan kebebasannya untuk mencegah hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri.

Dengan berpuasa, manusia mencoba meniru dan menerapkan sifat-sifat Allah yang minimal, pada tahap awal. Ini termasuk menahan diri dari makan dan minum, memberi makan orang lain saat berbuka puasa, dan menahan diri dari hubungan seks meskipun pasangan ada. 

Meskipun sifat-sifat Allah yang diinginkan tidak terbatas pada tiga hal itu, tetapi meliputi paling tidak 99 sifat yang semuanya harus ditiru sesuai dengan kemampuan dan posisi manusia sebagai makhluk Allah.

Misalnya sifat-sifat Maha Pengasih dan Penyayang, Mahadama, Mahakuat, Maha Mengetahui, dan lain-lain. Menerapkan sifat-sifat ini dapat membantu manusia menghadirkan kesadaran akan Allah, dan jika berhasil, maka takwa dalam arti yang dijelaskan dapat dicapai.

Oleh karena itu, nilai dari puasa ditentukan oleh tingkat kesadaran yang dicapai, bukan sekedar rasa lapar dan haus. Oleh karena itu, dapat dipahami mengapa Nabi Muhammad menyatakan bahwa "Banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan haus."

Akhir Kata

Demikianlah, kebebasan yang tidak terkendali dapat menghambat pelaksanaan fungsi dan peran manusia. Begitu juga dengan kepuasan syahwat perut dan seksual yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan mental dan spiritual manusia. 

Dalam hal ini, pengendalian sangat diperlukan. Selain itu, berpuasa adalah upaya manusia untuk meneladani sifat-sifat Allah dan menghadirkan-Nya dalam kesadaran. Oleh karena itu, nilai puasa tidak hanya pada sisi lapar dan dahaga, melainkan pada kadar pencapaian kesadaran tersebut. Semoga tulisan ini bermanfaat. 
Oleh: Prof Quraish Shihab

Sumber Foto: islami.co

Referensi: islam.nu.or.id

Post a Comment for "Puasa Meneladani Sifat-sifat Allah dan Mengendalikan kebebasan Manusia Menurut Prof Quraish Shihab"

my image my image
close